Senin, 25 Agustus 1980

KUMPULAN OPINI

silahkan kirimkan opini anda melalui form dibawah ini ..
foxyform

Selasa, 12 Agustus 1980

tentang saya



SELAMAT DATANG DI BLOGKU....
Blog ini merupakan sarana untuk belajar PPKn. Materinya merupakan referensi dari berbagai sumber. Bagi teman-teman yang mau menyumbang materi silakan posting ya.... demi kemajuan kita semua. Salam satu nusa satu bangsa. 
Kunjungi juga:
https://www.kompasiana.com/steny
Media belajar PPKn sebagai wahana pembelajaran
Konsep dasar pendidikan kewarganegaraan perlu dipahami mulai dari aspek historis, gerakan pendidikan kewarganegaraan, dan perkembangan kewarganegaraan. Pertama, sejarah kewarganegaraan. Secara historis kata kewarganegaran (civics) muncul di Yunani dengan istilah Civicus, yang berarti penduduk sipil (citizen) yang melaksanakan kegiatan demokrasi langsung dalam “polis” (negara kota) atau “City State”. Negara kota yang tertua berada berada di daerah Mesopotamia diantara sungai Tigris dan Euphrates[1].
Negara kota selanjutnya adalah Yunani, yaitu sekitar tahun 1000-500 SM. Athena yang mengembangkan model demokrasi. Praktek demokrasi langsung tersebut mencerminkan pelaksanaan demokrasi penduduk dari negara kota.  Setiap warga negara berperan secara aktif dalam menentukan nasibnya maupun kehidupan masyarakatnya. Dengan demikian dapat diungkapkan bahwa “polis” merupakan suatu organisasi yang berperan dalam memberikan kehidupan yang lebih baik bagi warga negaranya, sehingga setiap warga negara berusaha untuk mempertahankan “polisnya”. Dengan demikian suatu negara kota (polis), memiliki fungsi ganda yaitu sebagai negara dan sekaligus sebagai masyarakat. Istilah civicus kemudian dimabil alih oleh Amerika Serikat untuk dipergunakan sebagai pengajaran demokrasi politik di sekolah-sekolah.
Pentingnya pelajaran Civics diberikan di sekolah-sekolah[2] antara lain dapat dilihat dari beberapa pengertian civics berikut ini:
1.      Stanley Dimond (1970) mengungkapkan arti civics dengan “Legal status in a country and the activities closely related to the political function: voting, governmental organizations, holding of public office, and legal rights and responsibilities” (1970:36)
2.      Carter Van Good (1972) menjelaskan menjelaskan civics dengan “The elements of political science or that branch of political science dealing with the rights and duties of citizens”. (1972:71)
3.      The New Lexicon Webster International Dictionary (1977) mengungkapkan “Civics (L. Civicus), n.,The political science of the rights and duties of citizens, and of the civic affairs”. (1977:184).
Kedua, Gerakan pendidikan kewarganegaraan. Gerakan pendidikan kewarganegaraan muncul sekitar seratus sebelas tahun setelah pelajaran civics diberikan di sekolah-sekolah di Amerika Serikat, dimana para pendidik mulai merasa tidak puas terhadap penyelenggaraan pelajaran civics. Para pendidik menganggap bahwa pelajaran civics  harus diperluas dan hendaknya lebih melibatkan aspek-aspek pendidikan serta psikologi pendidikan dan mengikutsertakan kebutuhan pribadi dan masyarakat dalam pelajaran tersebut. Pedidikan kewarganegaraan dalam arti sempit sama dengan civics, yaitu berkaitan dengan masalah politik, sedangkan dalam arti luas melipiti masalah  moral, etika, sosial ekonomi, dan politik.
Tujuan pendidikan kewarganegaraan yaitu:
  1. Warga negara memiliki pengetahuan serta ketrampilan untuk pemecahan masalah yang dihadapi dewasa ini.
  2. Warga negara memiliki kesadaran adanya pengaruh sains dan teknologi terhadap peradaban serta mampu memanfaatkannya untuk memperbaiki nilai kehidupan.
  3. Warga negara memiliki kesiapan guna kehidupan ekonomi yang efektif.
  4. Warga negara memiliki kemampuan untuk menyusun berbagai pertimbangan nilai-nilai untuk kehidupan yang efektif dalam dunia yang selalu mengalami perubahan.
  5. Warga negara menyadari bahwa mereka hidup dalam dunia yang terus berkembang, yang membutuhkan kesediaan untuk menerima fakta baru, gagasan baru serta tata cara hidup yang baru.
  6. Warga negara dapat berperanserta dalam proses pembuatan keputusan melalui pernyataan pendapat kepada wakil-wakil rakyat, para pakar dan para spesialis .
  7. Warga negara memiliki keyakinan terhadap kebebasan individu serta persamaan hak bagi setiap orang yang dijamin oleh konstitusi.
  8. Warga negara memiliki kebanggan terhadap prestasi bangsa, penghargaan terhadap sumbangan yang diberikan bangsa nlain serta dukungan untuk perdamaian serta kerjasama.
  9. Warga negara mampu memanfaatkan seni yang kreatif untuk meningkatkan perasaan terhadap pengalaman manusia yang universal serta pada keunikan individu.
  10. Warga negara memiliki perasaan cinta kasih serta peka terhadap kebutuhan, perasaan dan cita-cita umat manusia.
  11. Warga negara mampu mengembangkan prinsip-prinsip demokrasi serta melaksanaakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga, perkembangan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia. Secara historis munculnya istilah civics di Indonesia sejak tahun 1957 dalam kurikulum Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menegah Atas yakni terintegrasi dalam pelajaran tatanegara. Pada tahun 1968, istilah civic di sekolah diberi nama “Pendidikan Kewargaan Negara. Maksud dan tujuan Pendidikan Kewargaan Negara untuk semua jenjang adalah mengembangkan dan menumbuhkan warga negara yang baik. Materi yang terkandung didalamnya adalah elemen-elemen nasionalisme, patriotisme, kenegaraan, etika, agama, kebudayaan, segala sesuatu yang dianggap baik menurut moral Pancasila dan UUD 1945. Pada tahun 1975, pemerintah menggantikan istilah Pendidikan Kewargaan Negara menjadi pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dimana pemerintah menganggap mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara kurang mampu mengembangkan perilaku warga negara yang mendukung garis kebijakan Orde Baru, pertahanan keamanan nasional serta pembangunan nasional. Pada tahun 1978 ditetapkanlah ketetapan MPR Nomor II 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa), dimana ketentuan pasal 4 menyatakan bahwa Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasi;a (P4) merupakan penuntun dan pegangan hidup dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada tahun 1994 tepatnya kurikulim 1994 mengakomodasi misi baru pendidikan  dengan memperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau PPKn. Dalam kurikulum PPKn 1994 berlandaskan pada nilai yang disaripatikan dari butir-butir P4 dan sumber resmi lainnya. PPKn digunakan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar dari budaya bangsa. Selanjutnya berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi 2002 mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berfungsi sebagai wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan Negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini kemudian didukung oleh Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dimana mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan sebagai muatan wajib  kurikulum pada pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi sesuai dengan pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003, Pendidikan Kewarganegaraan diarahkan kepada tercapainya tujuan pendidikan nasional yaitu Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembanngnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggungjawab.



[1] Glotz Gustave mengungkapkan The Greek City and Its Institution (Encyclopedia International): “The oldest city-state of which we are well informed  grew up in the ancient Near East-in Sumeria, the region of lower Mesopotamia between the Tigris and Euphrates river-sometime between 4000 and 3000 B.C. Panitia Setifikasi Guru dalam Jabatan Rayon 110 UPI, Bahan Ajar Pendidikan Kewarganegaraan SMA/SMK, UPI, Bandung, 2012, hal 8
[2] Panitia Setifikasi Guru dalam Jabatan Rayon 110 UPI, Bahan Ajar Pendidikan Kewarganegaraan SMA/SMK, 9